Doa Tak Kunjung Dikabulkan karena Allah...

by: M. Iqbal Wahyu Purwito

Cobaan yang beruntun kadang membuat iman manusia goyah. Bahkan, lantaran terkikisnya keimanan oleh bisikan syetan yang begitu kuat, rentang waktu yang sebenarnya tidak terlalu lama dibanding kesempatan hidup manusia yang tengah menjalani cobaan tersebut, dirasakan sangatlah panjang. Ibarat cobaan itu serasa tiada jera mendera kehidupan sehari-hari.  Nah, di sini kesabaran dan keistiqamahan seseorang sebenarnya sedang “digembleng” Allah agar kian kokoh. Sayang sekali, banyak manusia yang justru salah paham kepada Allah lantaran mata hatinya tak mampu melihat hikmah di balik cobaan tersebut.
Ambil contoh sebut saja namanya Fulan, seorang bapak muda yang terkenal rajin beribadah, termasuk melakukan shalatul lail. Dia kerap bermunajat dan berkhalwat dengan Allah. Dari mulutnya sayup terdengar bisikan lembut memohon ampunan, perlindungan, dan tentu saja permintaan. Fulan sedang dicoba keimanannya melalui sikap sang istri tercinta. Fulan yang dulu berkecukupan dan rumah tangganya harmonis, kini kerap mendapat perlakuan menyakitkan dari istrinya. Kondisi ekonomi Fulan yang merosot, telah meruntuhkan sikap qana’ah si istri atas kondisi yang dihadapi. Wanita yang telah disuntingnya itu sering ngomel, mengungkit-ungkit masa-masa indah saat ekonomi keluarga bergelimang kecukupan beberapa tahun silam. Puncaknya, si istri mendapat godaan seorang pria yang juga sudah berkeluarga. Selain merajut hubungan haram, pria tersebut juga menggandeng istri Fulan untuk berbisnis bidang kuliner. Ironisnya, Fulan tak dilibatkan dalam bisnis si istri dengan alasan Fulan dianggap kurang “mumpuni” untuk bisnis kuliner.
Hingga dari tahun ke tahun, rupanya Allah belum mengabulkan permintaan Fulan. Upaya Fulan sebagai kepala keluarga untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga justru kian merosot. Sebaliknya, bisnis kuliner si istri makin meroket. Katering yang dikelola istri Fulan bersama pria lain tadi berkembang pesat, sampai kewalahan melayani order. Kedekatan istri Fulan dengan pria tersebut pun semakin memunculkan gunjingan tetangga. Persoalan sepele kerap memicu menjadi perselisihan Fulan dengan istrinya. Akhirnya mereka memilih bercerai.
Subhanallah, penderitaan Fulan bertambah komplit: harga diri sebagai lelaki telah diinjak-injak, utang kian menumpuk, dan tentu saja kehilangan istri yang dicintainya. Fulan mencoba tabah dan bersabar. Tiap kali kesedihan mendera, dia mencuatkan dalam hatinya keyakinan bahwa pertolongan Allah semakin dekat asalkan tetap bertawakal. Namun hingga tahun berikutnya kondisi tak berubah. Bahkan, Fulan terpaksa “ditampung” oleh saudara kandungnya karena tak punya penghasilan untuk mencukupi kebutuhan dirinya.

Suatu hari, menjelang sepertiga malam di mana Fulan biasa terbangun untuk menunaikan tahajud, dia hanya duduk di tepi ranjang. Batinnya berucap. “ Ya Allah, bertahun-tahun aku mendekat kepada-Mu, justru Kau timpakan ujian yang tiada henti. Sedang istriku yang tak rajin beribadah, justru Kau kucuri rizki berlimpah hingga dia meninggalkanku dengan menorehkan luka, harga diriku terkoyak. Mana kuasa dan kebesaran-Mu, mana sifat rahiim-Mu? “ jerit Fulan dalam batin. Kemudian dia kembali merebahkan diri, tak jadi menunaikan shalat tahajud.

Sambil berbaring, Fulan menerawang. Batinnya kini mengeluh, antara menangisi kondisi, berharap pertolongan Allah, namun juga “protes” kepada Allah. Tiba-tiba dia terngiang nasihat salah seorang takmir masjid beberapa waktu lalu, saat Fulan curhat. Takmir itu memompa semangat Fulan agar tetap bersabar dan bertawakal. “Allah menguji hamba-Nya sesuai kemampuan hamba tersebut. Artinya, Allah tahu dirimu masih kuat menerima ujian-Nya, dan Allah sedang mengokohkan kelemahan itu, agar dirimu menjadi sosok yang semakin sempurna,” ujar si takmir waktu itu.

Fulan juga teringat nasihat-nasihat si takmir selanjutnya. Yakni,soal belum dikabulkannya doa hingga bertahun-tahun, padahal selalu diiringi amal ibadah dalam hidupnya. “Fulan, tentunya Allah lebih tahu. Bisa jadi Dia belum mengabulkan doamu karena Dia ingin lebih dulu membersihkan seluruh tubuhmu dari segala dosa yang melekat, supaya dirimu kelak benar-benar siap ketika Allah mengangkat derajatmu, menjadikan dirimu seorang hamba Allah yang senantiasa berdakwah kepada orang-orang di sekitarmu, juga akan memberikan cerita indah untukmu sebelum menghadap kembali kepada-Nya.”

Bersamaan itu, terdengar kumandang adzan Subuh. Blaar…, Fulan tersentak oleh lamunannya. “Astaghfirullah…,” seru Fulan. Dia pun menangis, menyesali ketidaksabarannya, prasangka buruknya kepada Allah, dan kelancangannya “memprotes” Allah. Dia segera bangkit dari pembaringan, membasuh dirinya dengan air wudlu, lalu bergegas ke masjid. Usai menunaikan Shalat Subuh, Fulan menjerit dalam batin, memohon ampunan Allah atas kelakuannya semalam. " Ya Robbi, ampuni hamba-Mu yang hina dan bodoh ini. Sudilah Engkau menerima taubatku. Aku ihlas menerima cobaan-Mu kalau itu menjadikanku dekat kepada-Mu. Ya Robbi, aku ihlas menerima cobaan-MU. Aku rindu mengemakan nama-Mu pada tiap detakan jantungku.”

Fulan juga teringat salah satu hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim. Yakni, setiap orang akan diuji oleh Allah, sesuai dengan kuat atau lemahnya keimanan masing-masing. Semakin kuat iman seseorang, tentu ujian yang akan diterima juga semakin besar. Demikian pula sebaliknya. Dan, Allah akan terus menerus menimpakan ujian keimanan kepada hamba-Nya untukmembersihkan dosa-dosa hamba tersebut.

Hati Fulan kembali tenteram menjalani kehidupan. Beberapa hari kemudian bahkan Fulan terlihat semangat menghadapi hidup dengan hati yang disibukkan gema dzikir. Fulan kembali menjadi orang yang selalu bertawakal. Dia tak lagi diselimuti perasaan resah dan takut karena yakin Allah selalu melindunginya. Hingga suatu hari, ketika meninggalkan masjid usai Dhuhur, di tengah jalan Fulan hampir saja terserempet sebuah mobil mewah yang melintas dari arah belakangnya. Mobil itu kemudian berhenti, dan pengemudinya keluar. Seorang wanita berjilbab, berparas cantik.
 “Maaf, Pak. Tadi saya menyetir sambil menerima telepon dari handphone. Anda tidak apa-apa?” ucap wanita tersebut dengan suara menyesal. Fulan hanya tersenyum. “Tidak apa-apa, Bu. Allah masih melindungi kita semua,” jawabnya.
Sesaat Fulan maupun wanita berjilbab tadi saling tertegun. “Eh, kamu Fulan, ya? Aku temanmu SMP,” kata wanita tadi seraya menyebut namanya. Dan, jika Allah berkehendak, tak ada kekuatan lain yang mampu menghalangi. Rupanya, Allah mengirim cerita indah kepada keduanya. Mereka dipertemukan hingga akhirnya menikah. Si wanita ini seorang pengusaha sukses, namun belum dikaruniai jodoh. Sedang Fulan, mendapat ganti dari Allah seorang wanita yang shalihah, cantik dan kaya raya.
Sementara itu, mantan istri Fulan ketika mendengar kabar Fulan telah menjadi kaya dan mempersunting wanita yang cantik, hanya bisa gigit jari. Dia kini hidupnya terseok. Bisnis cateringnya menemui akhir masa kejayaan setelah dia dilabrak istri pria yang selama ini berselingkuh dengannya. Hubungan bisnis juga terhenti karena si pria tadi lebih memilih keutuhan rumah tangganya, dia mendirikan usaha lain bersama istri sahnya.
Allah Maha Tahu, Allah Maha Adil, Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang selalu bertawakal. Apalagi untuk urusan rizqi. Jika Allah SWT telah menetapkan untuknya, tak akan ada kekuatan lain yang mampu menghalanginya. Sebagaimana QS. Az-Zumar ayat ke-38: “Hasbiyallaahu ‘alaihi yatawakkalul mutawakkiluun (Cukuplah Allah bagiku. Kepada- Nya bertawakal orang-orang yang berserah diri).”
Juga dalam QS. Ali Imran: 159, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” Serta dalam QS. Ath-Thalaq: 3 yang artinya: “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).”
Manusia tidak boleh sombong ketika sukses . Sebaliknya, tidak boleh mengeluh ketika gagal. Kesombongan maupun sikap mengeluh menunjukkan bahwa seseorang tidak bertawakal kepada Allah. Orang sombong merasa kesuksesan semata hasil ikhtiarnya. Sedangkan orang yang mengeluh ketika gagal, berarti ia tidak ihlas menerima ketetapan Allah (qadha’) atas dirinya. Kesuksesan dan kegagalan adalah qadha’ Allah. (*)