Sabar Di Saat Terpuruk




Oleh: Iqbal Wahyu Purwito

SESEORANG, sebut saja si Fulan, duduk termenung. Pria yang pernah menjadi “idola” kaum hawa karena parasnya yang ganteng dan perilakunya yang sopan. Namun saat itu wajah Fulan terlihat sangat kusut. Apalagi, ketika tiba-tiba handphone-nya berdering, ada SMS dari nomor yang sudah tidak asing lagi baginya. Isi SMS cukup singkat: Bagaimana? Mau enggak? Biar semua masalah keuanganmu kelar dan kehidupanmu berkecukupan.

Si Fulan masih menatap isi SMS tersebut. Hatinya terlihat ragu. Betapa tidak? Dulu dia sempat mengenyam kelebihan rizki dan menyandang status sosial cukup terhormat di masyarakat. Kini kondisinya berbalik 180 derajad, setelah dia memutuskan hengkang dari pekerjaannya. Menjalani masa pengangguran, padahal dia sudah dikaruniai dua anak. Beruntung, istrinya bangkit dan dengan kebulatan tekad mengembangkan kemampuannya dalam bidang busana. Allah memberi jalan, bisnis konveksi sang istri berkembang. Kehidupan secara finansial keluarga Fulan pun agak terdongkrak. Saat ini, pencari nafkah utama keluarga justru ditopang oleh sang istri. Kondisi itu membuat si Fulan merasa “harga diri”-nya terkoyak: sebagai kepala rumah tangga yang kurang maksimal dalam urusan nafkah lahiriyah untuk keluarga. Si Fulan pun akhirnya berusaha melamar pekerjaan ke sana-sini. Ketika nyantol di salah satu instansi, gaji yang diterima Fulan sangat jauh dibanding pendapatannya saat dia mengenyam masa kejayaan dulu. Maklum, di instansi yang baru ini Fulan terpaksa memulai dari posisi bawah lagi.

Kenaikan gaji Fulan di instansi yang baru, ternyata sangat kecil. Total penghasilan tiap bulan Fulan hanya cukup untuk transportasi kerja, serta biaya SPP anaknya yang besar yang masih duduk di bangku SD. Selebihnya, urusan kebutuhan rumah tangga, termasuk pembelian baju dan perabot rumah tangga, dicukupi oleh sang istri. Sampai di sini Fulan masih tabah dan sabar, dia tak henti berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dia berusaha sekuat tenaga untuk bisa “ihlas” menerima keadaan.

Di tengah “keterpurukan” si Fulan, rupanya Allah masih menguji lagi. Sang istri yang di rumah terlihat setia dan berbakti, diam-diam menjalin hubungan kembali dengan mantan kekasih lamanya. Allah memberi teguran:  perselingkuhan sang istri terkuak oleh Fulan. Alhamdulillah, sang istri menyadari dan berjanji menghentikan perbuatannya, serta tidak akan mengulang dosanya. Dia kembali kepada sang suami, si Fulan.

Menerima cobaan bertubi itu, Fulan akhirnya menyibukkan diri dengan semakin mendekatkan diri kepada Sang Ilahi. Namun hingga kurun waktu cukup lama, kehidupan ekonomi Fulan justru terseok. Bisnis istrinya agak menyurut, meski masih menopang kebutuhan keluarga dengan cara dicukup-cukupkan. Fulan pun merasa frustrasi. Imannya kepada Allah tergerus kondisi kehidupannya, yang dia rasa belum ada perubahan. Dan, ketika Allah mencobanya dengan mempertemukan Fulan dengan seorang wanita pengusaha yang kaya raya dan memiliki paras lebih cantik dibanding istrinya meski usia jauh lebih tua. Wanita tersebut terpikat Fulan. Dia menawarkan “pertolongan” finansial kepada Fulan, namun dengan pamrih: Fulan harus mau menjadi kekasih wanita tersebut, dan menemani setiap saat si wanita kaya itu memerlukannya.

Kisah di atas fiktif belaka. Namun, tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa saja terjadi di tengah lingkungan kita. Jika hal tersebut benar-benar terjadi dan menimpa seseorang, sepertinya perlu kita segarkan kembali ke dalam relung jiwa kita. Yakni, manusia selalu akan diuji oleh Allah SWT. Termasuk di antaranya ujian dalam soal rezeki.

Lemahnya iman, tidak menutup kemungkinan memunculkan ketidakyakinan seseorang atas janji-janji Allah. Lemahmya iman, telah membius seseorang melalui kacamata duniawi, seolah tujuan hidup kita hanyalah mendapat limpahan harta, kekuasaan, dan ketenaran. Hal ini bakal menutup mata batin yang suci, sehingga terkuasai ambisi dan nafsu serakah, sehingga seseorang lupa akan jalan yang diridhai Allah.
Ini sejalan hadits berikut: "Akan datang pada manusia, suatu saat di mana seseorang tidak peduli dari mana hartanya didapat, apakah dari yang halal atau yang haram." (HR Ahmad dan Bukhari)

Selain itu, Fuilan yang telah frustrasi, nampaknya kesadaran imanna telah tertutup oleh nafsu duniawi, sehingga dia tak lagi bisa melihat janji Allah, sebagaimana dalam Al Qur’an:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah; 155)

“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. ” (Al Baqarah; 156)


Maz Iqbal Wahyu Purwito
Nah, jika saja Fulan mau melakukan kontemplasi atas shalat yang dia lakukan, pasti dia akan mendapati bahwa shalatnya kurang dijiwai. Pasalnya, seseorang yang shalat pasti akan meyakini Allah. Dan, shalat itu menjadi sarana untuk mendapat pertolongan Allah. Kemudian kesabaran. Sebagaimana dalam Al Qur’an:

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al Baqarah: 153)

"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.” (Al Baqarah: 45)

Yang namanya rezeki Allah, telah dijaminkan untuk manusia karena sifat Allah yang penu kasih dan sayang kepada semua hamba-Nya. Hal ini seperti dituangkan dalam hadits: "Janganlah kamu merasa bahwa rezekimu terlambat datangnya. Karena, sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati hingga telah datang kepadanya rezeki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya. Maka, tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram." (HR. Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, dishahihkan oleh al-Albani).

Oleh karenanya, kita hendaknya tetap bersabar saat ditimpa cobaan atau kondisi apapun. Tetap bersabar dalam menjaga larangan Allah, menjalankan ketaatan kepada-Nya, istiqamah, dan tekun mencari rezeki yang halal. Dan, rezeki yang sudah ditakdirkan untuk kita, tidak akan pernah diambil oleh orang lain. Seandainya kita masih berambisi mengejar dunia semata dengan meninggalkan ketaatan kepada Allah, boleh jadi Allah akan memenuhi ambisi kita. Hanya saja, harus diingat: di akhirat kelak, kita tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali siksa yang sangat pedih.

Dan, ketika sabar diperintahkan Allah kepada kita semua, maka Allah pun adakan sebab-sebab yang membantu dan memudahkan seseorang untuk bersabar. Ingat, tabiat dari kehidupan yang kita jalani adalah cobaan yang selalu menyertai kita. Ini lantaran manusia diciptakan dalam keadaan susah payah. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (Al Balad; 4)


Jika mereka tahu balasan atas kesabaran dalam menjemput rezeki Allah, niscaya tak akan terjadi ketakutan. Dan, kelapangan rezeki dan amalan diukur dengan keberkahannya yang banyak, bukan dari jumlahnya. ( *solo, maret 2011*)