Wanita Zaman Kini Semakin Berani (Bagian-2: Selingkuh)

Oleh: Iqbal Wahyu Purwito



Keutuhan rumah tangga yang dibangun dengan susah payah dan telah berjalan dalam rentang waktu cukup lama, bisa hancur berantakan gara-gara satu faktor: perselingkuhan!

Ya, apapun bentuk perselingkuhan. Mulai sekadar curhat, chatting, SMS, pertemuan langsung, hingga yang paling fatal hubungan seks dengan pihak ketiga yang menjadi selingkuhannya. Dan, di zaman sekarang perselingkuhan kian berani, terang-terangan, dan dilakukan seakan tanpa rasa dosa atau penyesalan. Bahkan, ada “ungkapan-ungkapan pembenaran” yang sudah lama mencuat dan dianggap masih relevan untuk para pelaku selingkuh, seperti: selingkuh adalah akronim selingan indah keluarga utuh, selingkuh tak harus berujung ranjang, sekadar curhat bukanlah selingkuh, selingkuh untuk pembalasan sakit hati terhadap pasangan hidup, dan sebagainya. Benarkah hal-hal semacam itu? Masya Allah, astaghfirullah! Sekecil apapun bentuk perbuatan selingkuh sudah termasuk zina.
Bagi mereka yang “ber-manhaj” manusia ‘modern’, curhat kepada lawan jenis ( yang bukan pasangan sah dan tanpa sepengetahuan pasangan sahnya) dianggap wajar. Bahkan, tak jarang curhat ini malah berisi keluhan atas segala kekurangan yang ada pada diri pasangan sahnya. Ambil contoh, seorang istri curhat kepada teman cowoknya ataupun sahabat atau mantan pacarnya, mengenai keluhannya atas kekurangan yang dimiliki suaminya. Entah masalah ekonomi keluarga, sikap sang suami yang dianggap kurang perhatian, dan hal-hal yang tak disukai ataupun yang tak didapat oleh si istri tadi dari suaminya. Awalnya sekadar curhat, dan si lawan jenis yang ditumpahi uneg-uneg tadi seakan-akan membeir solusi. Namun, jika terus berlanjut, sangat membuka kesempatan untuk berbuat jauh lainnya. Pertama saling ber-SMS atau bertelepon, kemudian melakukan pertemuan makan siang. Nah, lambat laun mereka semakin terseret jauh oleh selimut syetan yang membingkai semuanya menjadi serba indah, menjadi debaran jahanam yang membutakan mata hati insan. Jelas, bakal terbuka kesempatan menjurus ke arah perzinaan.
Padahal seperti diketahui, yang namanya zina dalam Islam termasuk salah satu dosa besar. Oleh karenanya setiap orang yang mengaku muslim, hendaknya benar-benar menjauhi zina, agar tak terjerumus dalam kubangan dosa besar. Dalam Surat Al Isra ayat 32 kitab suci Al Qur’an telah dinyatakan secara eksplisit untuk tidak melakukan perbuatan yang mendekati zina. Ya, mendekati saja sudah dilarang, apalagi jika sampai melakukan perbuatan zina.
Janganlah mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan tercela dan suatu jalan (menuju banyak) kejahatan (dan keburukan yang lain).” (QS. Al Israa: 32)

 Kondisi saat ini, perbuatan zina kian mewabah. Perbuatan zina bukan hanya dilakukan secara terang-terangan oleh kaum pria. Semakin banyak para wanita yang semakin berani “memulai” untuk mengajak perbuatan hina ini. Di kota-kota besar, kerap kita dengar cerita para wanita berusia setengah baya yang dengan santainya menggandeng pria muda bukan muhrim yang seumur anaknya kemudian membawanya ke hotel atau apartemen. Begitu pula banyaknya kasus perselingkuhan di tempat kerja, komunitas-komunitas di mana terjadi interaksi sosial yang majemuk. Bisa jadi lantaran terlalu sering bertemu dan terbiasa dengan tata cara bergaul yang tak lagi mengindahkan norma agama, akhirnya berbuah perselingkuhan. Dan, perselingkuhan (meski dipoles dengan dalih teman curhat, teman tapi mesra/TTM, teman jalan, dan mereka kerap berkomunikasi secara rahasia seperti telepon maupun saling berkirim SMS secara sembunyi dari suami/istri sahnya) tentunya sudah masuk dalam kategori mendekati perbuatan zina sebagaimana Surat Al Israa ayat 32 tadi.

Sebenarnya, kebebasan bergaul yang berkembang, merupakan satu musibah besar dan berimplikasi sangat buruk. Implikasi buruk ini tidak hanya mengenai sang wanita atau pria saja. Namun juga berakibat buruk bagi tatanan keluarga dan masyarakat. Karena itulah, Islam memberikan batasan pergaulan antara lawan jenis dengan demikian indah dan kuatnya, sehingga kemungkinan muncul perselingkuhan serta perzinaan dapat dicegah dan diputus sejak awal. Ditambah lagi dengan hukuman keras bagi pezina baik yang belum pernah menikah maupun yang pernah menikah. Sayang masyarakat enggan menerapkannya.


Bagaimana jika seorang istri melakukan perselingkuhan? Dalam rumah tangga, seorang suami haruslah menjadi pemimpin yang menampakkan kebijakan dan kemampuannya mengatur biduk rumah tangga. Perselingkuhan, selain dampak kebebasan pergaulan dan "diperkenankan" sang suami sendiri, juga  disebabkan sikap suami yang tidak mengetahui kebutuhan istri. Penampilan suami ketika menjumpai istri, cara bergaul dan bersikap, sampai cara memberikan nafkah batin terkadang dapat memicu hal tersebut.
Apa sanksi seorang istri yang terbukti berselingkuh? Coba simak apa yang dikatakan oleh Syaikh Prof. DR. Shalih Fauzan Al-Fauzan Hafizhahullah, seorang anggota majelis ulama besar kerajaan saudi Arabia dan anggota Islamic Fiqh Academy (IFQ) Liga Muslim Dunia (Rabithoh al-’Alam al-Islami). Dia memaparkan, “Apabila keadaan istri tidak lurus agamanya, seperti meninggalkan shalat atau suka mengakhirkan pelaksanaannya di akhir waktu, sementara suami tidak mampu memperbaikinya, atau bila tidak memelihara kehormatannya (= berzina), maka menurut pendapat yang rajih, suami dalam kondisi ini wajib untuk menceraikan istrinya.” (Al-Mulakhas Al-Fiqhi, 2/305)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Raahimahullahu Ta’ala berkata:
“Jika istri berzina, maka suami tidak boleh tetap mempertahankannya dalam kondisi ini. Kalau tidak, ia menjadi dayyuuts atau suami yang membiarkan maksiat terjadi di dalam rumah).”

Adapun bila istri bersikukuh mengaku masih mencintai suaminya? Bisa jadi itu bohong! Sebab, jika dia cinta kepada suami, mengapa melakukan selingkuh? Khilaf? Ah, hanya alasan saja. Seorang wanita yang baik dan normal, tidak akan berselingkuh, karena dia memiliki rasa malu yang jauh lebih besar dari lelaki. Bila ia telah selingkuh dengan lelaki lain, maka rasa malu tersebut tentunya hilang dan kemungkinan berselingkuh lagi sangat besar sekali. Bagaimana tidak? Dia tidak puas dengan suami yang dulu telah dipilihnya, dan dia telah merasakan keindahan semu selingkuhnya dengan PIL (pria idaman lain). Secara umum, perasaan wanita lebih menguasai dari akal sehatnya, sehingga kemungkinan dia akan mengulang perselingkuhannya sangat mungkin. Apalagi PIL-nya tersebut masih membuka pintu baginya atau terus menggodanya.

Selain itu, pergaulan wanita dengan lelaki lain secara bebas akan memberikan opini bagi si wanita: tipe lelaki yang lain! Kemudian si wanita tadi membanding-bandingkan dengan suaminya. Rasa bosan dengan suami dan mulut buaya dan sikap lelaki lain pun tidak kalah berbahayanya, menjadi pemicu perselingkuhan atau perzinaan. Oleh karena itu, syari’at Islam sangat menekankan seorang wanita membatasi pergaulannya dengan lelaki asing (bukan suami dan mahramnya) dan tidak bersinggungan kecuali karena kebutuhan dan sebatas kebutuhannya saja.

Mengapa Allah melarang umat-Nya berzina seperti tertuang dalam Al Qur’an? Allah Maha Tahu dan Maha Pengasih serta Maha Penyayang. Pasti ada hikmah tersendiri di balik larangan-Nya. Yang jelas, perbuatan zina tidak sekadar merupakan perilaku memalukan, tapi juga tidak konsisten dengan self-respect atau respek pada manusia lain. Kemudian, zina menjadi pintu bagi perbuatan jahat bahkan keji lainnya.

Zina juga menghancurkan pondasi dasar keluarga. Bayangkan jika dalam keluaraga terjadi perselingkuhan (=perzinaan), pasti akan senantiasa diwarnai ketidaktenteraman alais pertengkaran suami-istri, bahkan dapat menciptakan suasana tidak kondusif bagi perkembangan mental anak-anak. Akibat perselingkuhan yang sangat erat dengan kategori zina, dapat memicu kriminalitas, yakni tindak penganiayaan bahkan pembunuhan dari pasangan hidup yang merasa tersakiti atau terkhianati. Perselingkuhan dan perzinaan juga dapat melenyapkan reputasi seseorang maupun terkikisnya harta benda para penzina ataupun pelaku selingkuh.

Ajaran Islam sangat menekankan perintah menjaga kesucian diri (pria maupun wanita), baik sebelum menikah hingga setelah berkeluarga. Hukuman perbuatan zina pun berat. Seperti dalam QS. An Nuur ayat 2 : “ Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah. Jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (QS. An Nuur:2)

Apa hikmah lainnya mengenai larangan zina? Tak lain munculnya penakit kelamin, bahkan sampai pada penyakit HIV/AIDS. Penyakit ini hanya sebagai salah satu efek buruk perbuatan zina saja, masih banyak penyakit lainnya yang bis amuncul lantaran perbuatan zina. Tidak ada obat pencegahan AIDS yang paling Itulah salah satu makna implisit mengapa ajaran Islam sangat melarang perbuatan zina termasuk perselingkuhan. Jika benar-benar diterapkan, tentunya kita bisa berpikir dan merasakan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, menjadi rahmat bagi seluruh alam. (*)